Sejarah Lengkap Kerajaan Demak
–Berdirinya Kerajaan Demak dilatarbelakangi oleh melemahnya
pemerintahan Kerajaan Majapahit atas daerah-daerah pesisir utara
Jawa.Daerah-daerah pesisir seperti Tuban dan Cirebon sudah mendapat
pengaruh Islam.Dukungan daerah-daerah yang juga merupakan jalur
perdagangan yang kuat ini sangat berpengaruh bagi pendirian Demak
sebagai kerajaan Islam yang merdeka dari Majapahit. Demak sebelumnya
merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang
merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.Kadipaten Demak
tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja
Brawijaya V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit. Dengan berkembangnya Islam
di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat
penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak
untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah Majapahit hancur maka Demak
berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya
yaitu Raden Patah.Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa
Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai,
yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria.
(sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai
Lusi). Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan
Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa
berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara
akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
Kesultanan Demak atau Kesultanan Demak
Bintara adalah kesultananIslam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden
Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan keadipatian
(kadipaten) vazal dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor
penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya.
Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran
karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan.Pada tahun
1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang
didirikan oleh Jaka Tingkir.Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan
Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang diperkirakan didirikan oleh para
Walisongo. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih
dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara, saat ini telah menjadi
kotaDemak di Jawa Tengah. Pada masa sultan ke-4 ibukota dipindahkan ke
Prawata (dibaca “Prawoto”).

Kisah berdirinya Kerajaan Demak mirip
dengan kisah berdirinya Kerajaan Majapahit yang digantikannya. Babad
Tanah Jawi mengkisahkan bahwa Raden Patah atas petunjuk Sunan Ampel
membuka hutan di Glagah Wangi dan kota baru di Glagah Wangi itu lalu
diberi nama Bintara. Ketika Prabu Brawijaya mengetahui bahwa sebenarnya
Raden Patah adalah putranya sendiri dari selir putri Cina yang
dihadiahkannya kepada Arya Damar, Adipati Palembang, kemudian Raden
Patah diangkat sebagai adipati di Bintara tersebut dan sebagian bawahan
Majapahit berkewajiban menghadap Sang Prabu setahun sekali di Istana
Majapahit. Sejak saat itu nama Bintara diganti dengan Demak.
Kisah Babad Tanah Jawi tersebut pada
dasarnya memberikan legitimasi historis, yuridis dan genealogis terhadap
kedudukan Demak sebagai kerajaan Islam yang pertama di Jawa.Dua
legitimasi yang pertama, historis dan yuridis, mencatat tiga hal yang
pokok dari kisah Babad Tanah Jawi tersebut.Pertama, penebangan Hutan
Glagah Wangi yang kemudian dinamai Bintara.Dalam masyarakat agraris
rupanya penebangan, pembukaan dan pengusahaan hutan senantiasa dipandang
sebagai awal sejarah suatu dinasti dan memberikan legalisasi suatu
pemukiman.Pararaton mencatat pembukaan Hutan Tarik sebagai awal sejarah
Dinasti dan Kerajaan Majapahit.Babad Tanah Jawi mencatat juga pembukaan
Hutan Mentaok di Mataram di Mataram sebagai legalisasi hak pemukiman dan
awal sejarah dari Dinasti Raja-raja Mataram.Kedua, legalisasi Bintara
sebagai bagian wilayah Majapahit dengan kedudukan sebagai
kadipaten.Raden Patah diangkat sebagai Adipati Bintara yang pertama. Dan
yang ketiga, pengukuhan kedudukan dengan penganugerahan nama baru Demak
bagi Bintara. Penelusuran Etimologi kata-kata bintara dan Demak kiranya
dapat memperjelas legitimasi historis dan yuridis diatas.Orang yang
pertama mempersoalkan etimologi tiponim Bintara adalah Sutjipto
Wirjosuparto. Dengan agak ragu-ragu ia mengkaitkan nama Bintara dengan
perkataan Bethara, salah satu gelar Dewa Siwa. Kaitan antara nama
Bintara dengan bethara yang dalam mitologi Hindu dianggap bertakhta di
Bukit keramat yang bernama Parwata (Himalaya) didasarkan adanya nama
bukit Prawata di Grobogan. Di samping kurang meyakinkan, penjelasan ini
rupanya kurang mendukung arah pemikiran kita.
Penjelasan Slamet Muljana ternyata lebih
dekat dengan arah pembicaraan kita.Ia mengungkap bahwa “Bintara”
berasal dari kata “abhyantara” dalam bahasa Jawa Kuno sebagai terdapat
dalam Kakawin Ramayana atau pun Kakawin Negarakertagama. Ia mengartikan
abhyantara dengan interior (dalam) atau halaman dalam istana atau istana
itu sendiri. Perubahan arti dari istana menjadi negara kiranya mudah
pula dipahami, karena istana raja biasanya ada di atau menjadi ibu kota
suatu negara. Jadi pembukaan Hutan Glagah Wangi yang dalam kisah Babad
Tanah Jawi diubah menjadi Bintara seharusnya diartikan sebagai pembukaan
Hutan Glagah Wangi untuk kemudian diubah menjadi kota atau negara.
Namun rupanya penulis Babad Tanah Jawi kuarang memahami bahasa Jawa
Kuno, sehingga kata abhyantara yang kemudian berubah menjadi bintara
dianggap sebagai perubahan nama dari Glagah Wangi menjadi bintara.
Setelah Glagah Wangi menjadi kota atau negara kemudian kedudukannya
diakui dan dianugerahkan oleh Prabu Brawijaya kepada Raden Patah dengan
kedudukan sebagai adipati. Peristiwa historis dan yuridis ini dapat
ditelusuri dari etimologi toponim Demak dalam kaitannya dengan kata
bintara. Kata Demak bukan berasal dari kata Arab “dama” yang berarti air
mata sebagaimana dikemukakan oleh Hamka, juga bukan berasal dari kata
Arab “dhima” yang berarti rawa-rawa menurut pendapat Solichin Salam.
Sedangkan menurut Slamet Muljana toponim Demak berasal dari kata Jawa
Kuno asli Demak yang berarti anugerah atau pemberian.Kata Demak yang
artinya anugerah atau pemberian ini dapat diketemukan dalam Kakawin
Ramayana VI/8 dan Bhomakawya XI/5. Kakawin Ramayana misalnya, mencatat
peristiwa pemberian anugerah oleh Rama kepada prajurit kera
masing-masing sesuai dengan jasanya dengan kata-kata: “Wineh demak kapwa
yatha kramanya”. Dalam hubungan ini maka pemberian nama Demak kepada
kota atau negara baru di Glagah Wangi itu mengandung arti sebagai
penganugerahan dan sekaligus pengukuhan Glagah Wangi sebagai kadipaten
Majapahit. Demak berarti tanah yang dianugerahkan.
Dalam sejarah Jawa dari zaman Mataram
Kuno sampai zaman Majapahit biasanya penganugerahan tanah semacam Demak
itu disertai dengan suatu prasasti.Sebagian besar prasasti yang
ditemukan di Jawa adalah prasasti penganugerahan tanah.Maka jika benar
Raden Patah pernah menerima anugerah tanah Bintara dari Raja Majapahit
Prabu Brawijaya, mestinya pemberian anugerah tanah itu disertai juga
dengan prasasti sebagai pikukuh.Namun sampai sekarang prasasti pemberian
anugerah tanah oleh Prabu Brawijaya kepada Raden Patah itu belum
diketemukan.Boleh jadi prasasti itu telah hilang dan belum diketemukan
kembali.Demikianlah penelusuran etimologi toponim kedua kata “Bintara”
dan “Demak” telah memperkuat penjelasan Babad Tanah Jawi mengenai
sejarah dan perkembangan kedudukan yuridis Kerajaan Demak. Legitimasi
genealogis dengan jelas dinyatakan dalam Babad Tanah Jawi bahwa Raden
Patah adalah putra sendiri Prabu Brawijaya dari selir putri Cina yang
dihadiahkannya (tetriman) kepada Arya Damar, Adipati Palembang.Sesuai
dengan pola umum historiografi dalam babad kontinuitas genealogis ini
diperlukan agar dengan demikian peralihan kekuasaan dapat
disahkan.Legitimasi genealogis ini bagi kerajaan Demak memiliki makna
tersendiri, sebab peralihan kekuasaan tersebut tidak saja dalam politik
namun menyangkut pula masalah agama.Kerajaan Demak yang telah menganut
agama Baru Islam tetap dipandang sebagai pengganti dan penerus yang sah
Kerajaan Majapahit. Peristiwa penganugerahan tanah Bintara dan
pengangkatan Raden Patah sebagai Adipati Bintara serta penganugerahan
nama baru Demak bagi negara baru itu dipandang sebagai saat berdirinya
Kerajaan Islam Demak, Babad Demak memperingati berdirinya Kerajaan Demak
itu dengan candrasengkala: “Geni mati siniraming janmi” atau 1403 Saka
(1481 M). Sumber-sumber Portugis seperti Lopez de Castanheda, Joao de
Barros dan Tome Pires tidak pernah menyinggung-nyinggung tahun
berdirinya kerajaan Demak.Ini rupanya karena ketika Portugis datang ke
Indonesia, Kerajaan Demak telah lama berdiri. Pada waktu Tome Pires
berkunjung ke Jawa pada 1513 Raden Patah telah lama menjadi Raja Demak
dan telah tampil sebagai tokoh yang cukup terkenal. Tome Pires menyebut
Raden Patah dengan nama Rodin Senior, karena pada waktu itu Raden Patah
telah mempunyai putra yang dicatatnya sebagai Rodin Junior. Boleh jadi
yang disebutnya Kodin Junior itu adalah Raden Trenggana. Rupanya sebutan
Rodin berasal dari Raden singkatan dari Raden Patah, yang dikira oleh
Tome Pires sebagai nama diri atau nama pribadi. Demikianlah kiranya
sumber-sumber Portugis tidak mengetahui bahwa Raden Patah sebagai
pendiri Kerajaan Demak yang sebelumnya berupa hutan yang penuh rawa-rawa
yang bernama Glagah Wangi. Dua puluh tahun kemudian, sekitar 1500-an,
Raden Patah dengan terang-terangan memutuskan segala tali ikatannya
dengan Majapahit yang sudah semakin tidak berdaya.Dengan bantuan
daerah-daerah lainnya di Jawa Timur yang sudah Islam seperti Jepara,
Tuban, dan Gresik.Raden Patah berhasil merobohkan Majapahit dan kemudian
memindahkan semua benda upacara kerajaan dan pusaka-pusaka Majapahit ke
Demak.Lagi-lagi hal ini dipergunakan untuk memberikan legalisasi kepada
kerajaan Demak sebagai kelanjutan Kerajaan Majapahit tetapi dalam
bentuk baru sebagai kerajaan Islam.Setelah Demak merdeka dan sebagai
Kerajaan Islam merupakan satu-satunya penguasa di Jawa, maka Sunan Ampel
menabalkan Raden Patah sebagai Sultan dengan gelar Sultan Alam Akbar
al-Fatah.Dari gelar inilah kiranya maka raja pertama Demak ini dalam
berbagai babad dikenal sebagai Raden Patah.Babad Tanah Jawi sendiri
mencatat gelar Raden Patah sebagai Senapati Jimbun Ngabdurahman
Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.Sedang Serat Kandha mencatat
gelar itu dengan lebih singkat ialah Panembahan Jimbun
sumber : http://www.pustakasekolah.com/sejarah-lengkap-kerajaan-demak.html#_